Senin, 05 Desember 2011

The Rainbow

Yang nulis namanya arifarahma pas jam 21.13

Dingin mulai menusuk tubuhku. Secangkir kopi hangat menemaniku. Aku tenggelam dalam kesendirian. Aku tenggelam dalam rasa sepi.
Aku teringat akan sosok yang dulu pernah singgah dalam hidupku. Walaupun sebentar saja, dia telah membuat hidupku menjadi lebih berarti. Pangeran di masa kecilku. Pangeran yang selalu menemani hari-hariku. Pangeran yang selalu menghiburku kala aku sedih.

Ku tatap fotoku bersamanya di dinding putih kamarku. Tak terasa, kedua mataku menghangat. Dan air bening itu mulai menetes. Aku rindu akan masa-masa kecilku.

***

Ku langkahkan kedua kakiku perlahan namun pasti. Di balik kepedihan hidupku. Beruntung, aku masih memiliki sahabat baikku yang membuat hidupku terasa lebih berwarna. Via, dia adalah sahabatku satu-satunya semenjak dari SMP.
Bel pun mulai berbunyi. Dan tak lama kemudian, Pak Duta datang sambil membawa beberapa buku di tangannya dan beliau diikuti oleh seorang cowok yang tinggi dan manis. Akhirnya kelas pun menjadi hening. Tatapan murid-murid di kelasku tertuju pada sosok itu seolah mereka bertanya, “siapa dia?”
Tak ingin membuat siswa-siswinya semakin penasaran, akhirnya Pak Duta memberi instruksi untuk cowok itu agar segera memperkenalkan dirinya.
“hi guys! Namaku Mario Stevano. Kalian bisa panggil aku Rio. Aku pindahan dari SMA yang ada di Jakarta. Senang bertemu dengan kalian. Dan semoga kita dapat berteman dengan baik,” Rio menebarkan senyumnya. Ahh, manis sekali. Jujur, aku terpesona, hihi.

***

Sepulang sekolah. Aku menunggu sopirku yang belum datang juga. Via tidak bisa menemaniku karena dia sudah dijemput pacarnya, Alvin. Duh, mereka awet banget sih dari SMP sampai SMA masih aja bareng, batinku.
Tiba-tiba i-phoneku berdering pertanda ada SMS masuk, “non Ify, mobilnya kena macet. Non bareng sama temen non aja ya. Atau naik taksi,” aku langsung menghentakkan kaki dan memasukkan kembali i-phoneku ke dalam saku.
Aku bangkit dari tempat duduk. Tiba-tiba seseorang menyambar tangan kananku. Aku pun terkejut.
“Fy, mau pulang bareng?” entah mengapa. Saat sosok itu tiba-tiba datang dan mengajakku untuk pulang bareng, pipiku menjadi terasa memanas, jantungku pun berdetak kencang.
“Rio? Darimana kamu tau namaku?”
“kamu gak inget siapa aku?”
“inget? Kamu Rio. Mario Stevano murid baru di sekolah ini kan?”
“aku juga tau kalau kamu inget itu. Aku tau kamu gak amnesia, Fyyy!” dia malah mencubit kedua pipiku. Aku memejamkan mata karena merasa kesakitan.
“aw! Sakit tau!” aku mengelus-elus pipiku.
“jadi, masih gak inget?”
“emang kamu siapa sih?”
“Io, Fy. Aku Io,” aku tersentak kaget. Cengo. Io? Ternyata Rio adalah Io? Pangeran di masa kecilku? Siapa saja tolong tampar aku untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi dan ini benar-benar nyata. Nyata!
“kamu beneran Io?”
“iya. Udah inget kan? Ya udah. Mau gak nih pulang bareng?” aku mengangguk cepat. Hatiku berbunga-bunga layaknya taman yang penuh dengan bunga yang sedang bermekaran dengan harumnya.
“tungguin ya. Aku ambil motor dulu.”
Tak lama kemudian, Rio datang dengan motor ninja merahnya. Dia terlihat semakin keren. Lalu dia melemparkan senyum kepadaku. Manis sekali. Senyumnya masih sama seperti saat ia masih kecil.
Sayangnya, di tengah perjalanan turun hujan deras. Terpaksa kami berdua harus berhenti untuk berteduh. Karena kami dekat dengan halte bus, jadi kami berteduh sebentar di halte bus itu.
Udara dingin menusuk kulitku. Seolah mereka tidak peduli dengan apa yang aku rasakan. Rio tampaknya iba melihatku yang kedinginan. Dia pun memakaikan jaketnya untukku. Hangat dan wangi.
Kita berdua saling diam terpaku. Sama-sama menunggu hujan yang tak tahu kapan akan berakhir. Semakin lama aku melihat Rio menggigil. Dia menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.
“Yo, kamu aja yang pake jaket. Aku gakpapa kok.”
“gak usah, Fy. Aku aja yang kedinginan. Kamu kan cewek. Bukannya aku nganggep kamu lemah. Tapi aku gak tega. Cowok kan harus jaga cewek,” pipiku memanas, merah. Duh, so sweet.
“tapi Yo…”
“udah pake aja. Aku gakpapa kok,” dia tersenyum. Kemudian mulai hening kembali. Hanya suara berisik hujan yang berlomba-lomba membasahi bumi.
“Fy…”
“ya?”
“aku cinta sama kamu.”
“hah?”
“iya, aku ke sini ya buat kamu. Sebenernya aku gak diizinin ke sini sama orang tua. Tapi demi kamu, Fy,” aku tersenyum.
“kamu mau kan jadi pacarku?” hah? Secepat inikah Rio nembak aku?
Kemudian aku menatapnya. Ku lihat sinar itu dari kedua matanya. Sinar yang menunjukkan ketulusan. Sinar yang menunjukkan kasih sayang.
“emh, emm… a… aku…” kemudian aku mengangguk pelan kemudian tersenyum.
“makasih Alyssa Saufika cantik. Oh iya, aku punya ini,” Rio membuka tas hitamnya dan memberikan sesuatu kepadaku. Aku mengerutkan dahi. Lalu aku menatapnya dengan tatapan yang seolah berbicara, “ini apa?”
“buka aja,” aku menuruti perintah Rio. Ku buka kotak berwarna biru muda itu. Sesuai dengan warna kesukaanku. Kemudian aku melihat isi dari kotak itu. Sebuah buku diary berhiaskan pelangi yang indah. Kemudian ku buka diary itu. Di halaman depan, terlihat fotoku bersama Rio atau yang dulu ku panggil Io saat kita masih kecil. Di foto itu, aku memakai gaun pink yang anggun dengan sayap kupu-kupu dan bando yang cantik dengan rambut yang terurai cukup panjang. Sedangkan Rio memakai jas. Lucu sekali kita saat itu. Kemudian aku teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. 6 Desember.
Kemudian ku ambil kartu ucapan mungil nan cantik yang ada di kotak itu.
“Dear Ify,
Gadis kecilku. Gadis yang baik. Gadis yang anggun. Gadis yang lucu. Ku harap kau tak pernah merubahnya. Ku harap kau senantiasa menjadi bunga dalam hidupku dengan semerbak harummu yang terus mewangi.
Kau pelangiku. Tetaplah jadi pelangiku yang selalu memberikan sejuta kebahagiaan dengan warna-warnimu yang elok seperti hatimu.
Happy birthday my princess. Semoga kamu tetap menjadi princess yang baik untuk orang-orang disekitarmu. Semoga Tuhan dan orang-orang didekatmu semakin menyayangimu. Dan tentunya aku, aku akan selalu menyayangimu sampai kapanpun. Dan aku akan selalu mendoakan untuk kebahagiaanmu princess.”
“Rio... makasih banget ya. Aku suka.”
“sama-sama. Maaf ya Fy aku cuman ngasih itu ke kamu,” wajahnya langsung menjadi sedih.
“dih, malah cemberut. Jelek tauk!”
“lebih jelekan kamu!” Rio mencubit kedua pipiku –lagi- huh.
“Rio!!!” aku pun membalasnya.
Dan seketika hujan menjadi reda. Aneh. Kemudian aku melihat langit.
“hey! Ada pelangi!” aku tidak sadar bahwa aku menyandarkan kepalaku di bahu Rio sambil menunjuk pelangi dengan girang. Rio sepertinya terkejut. Kemudian ia tersenyum dan membelai rambut panjangku dengan penuh kasih sayang.
“cantik ya…” lanjutku penuh decak kagum terhadap keindahan alam itu. Aku sangat menyukai pelangi.
“lebih cantik kamu tauk!”
“idih, bisa aja kamu, Yo!”
Hari itu. Hidupku menjadi lebih berwarna. Canda itu. Tawa itu. Kembali ada. Ku harap, aku dan Rio tidak akan dapat terpisah lagi. Semoga saja.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Notes Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea